Inspirasi Pagi
Cari Properti
Beranda
  WhatsApp

Mengikuti Visi Nabi Ibrahim :

Sebagai orang tua, kita mencurahkan segalanya untuk masa depan anak-anak kita—pendidikan terbaik, gizi yang cukup, dan fasilitas yang memadai. Namun, ada satu faktor krusial yang seringkali terlewat dalam checklist kita: lingkungan tempat tinggal. Bukan sekadar tentang keamanan atau akses fasilitas, melainkan tentang kedekatannya dengan pusat peradaban Islam, yaitu masjid.

Ustaz Budi Ashari, melalui teladan Nabi Ibrahim AS, mengingatkan kita bahwa memilih rumah dekat masjid bukanlah soal kenyamanan, melainkan sebuah keputusan strategis yang akan menentukan arah dan kualitas generasi penerus kita.


Pelajaran dari Lembah Gersang: Visi Pendidikan Sang Bapak Tauhid

Mari kita kembali ke ribuan tahun lalu. Bayangkan sebuah lembah yang tandus, berbatu, tanpa air, tanaman, apalagi manusia. Di tempat inilah Nabi Ibrahim AS, atas perintah Allah, meninggalkan istrinya Siti Hajar dan putranya yang masih bayi, Ismail. Apa alasan di balik keputusan yang tampaknya tidak masuk akal ini?

Jawabannya terungkap dalam doanya yang abadi:

“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat…” (QS. Ibrahim: 37)

Fokus utama Nabi Ibrahim bukanlah fasilitas duniawi. Visi jangka panjangnya adalah menempatkan keturunannya di dekat Rumah Allah (Baitullah). Beliau tahu, kedekatan fisik dengan masjid akan menumbuhkan kedekatan spiritual. Inilah fondasi pertama dalam kurikulum pendidikan keluarga: memastikan generasi penerus terikat hatinya pada masjid.


Dua Kutub Magnet di Muka Bumi: Masjid vs. Pasar

Untuk memahami mengapa lingkungan masjid begitu vital, kita perlu merenungkan sabda Rasulullah ﷺ tentang dua tempat yang kontras di mata Allah:

  • Tempat yang paling dicintai oleh Allah adalah masjid-masjid-Nya.
  • Tempat yang paling dibenci oleh Allah adalah pasar-pasarnya.

Hadis ini bukan berarti Islam melarang umatnya berdagang. Islam sangat mendorong bisnis dan perniagaan. Namun, hadis ini adalah sebuah peringatan keras. Mengapa pasar dibenci? Karena di sanalah potensi kelalaian, sumpah palsu, persaingan tidak sehat, dan tipu daya paling sering terjadi. Pasar adalah arena di mana godaan dunia paling kuat terasa.

Sebaliknya, masjid adalah tempat ketenangan, tempat mengingat Allah, pusat persaudaraan, dan sumber ilmu. Keduanya adalah kutub magnet yang akan menarik karakter seseorang ke arah yang berlawanan.


Refleksi untuk Orang Tua Modern: Di Mana Anak Kita “Nongkrong”?

Sekarang, mari kita tarik relevansinya ke zaman kita. Coba kita jujur bertanya pada diri sendiri: Di mana anak-anak kita menghabiskan sebagian besar waktu luang mereka?

Jika generasi Ismail tumbuh besar dengan “arena bermain” di sekitar Ka’bah, maka banyak anak-anak kita hari ini yang arena bermainnya adalah pusat perbelanjaan, mall, atau kafe. Jika hati Nabi Ibrahim tenang meninggalkan anaknya di dekat masjid, kita justru sering mengajak anak-anak kita untuk “menenangkan hati” di pasar modern.

Kita tidak bisa berharap membentuk generasi berkarakter masjid jika lingkungan sehari-hari mereka adalah lingkungan pasar. Anak yang terbiasa dengan adzan dan shalat berjamaah akan memiliki kepekaan spiritual yang berbeda dengan anak yang terbiasa dengan musik keras dan hiruk pikuk pusat perbelanjaan.


Bukan Anti-Bisnis, Tapi Prioritas Generasi

Penting untuk digarisbawahi, pesannya bukanlah untuk menjadi anti-pasar atau anti-bisnis. Justru sebaliknya. Umat Islam harus menguasai pasar dan mewarnainya dengan nilai-nilai kejujuran dan amanah. Namun, untuk bisa menjadi seorang pebisnis Muslim yang tangguh, ia harus memiliki fondasi spiritual yang kokoh terlebih dahulu.

Dan fondasi itu ditempa di mana? Di masjid.

Memilih rumah dekat masjid adalah sebuah investasi. Mungkin harga tanahnya lebih mahal, mungkin rumahnya lebih sederhana. Tetapi kita sedang berinvestasi pada sesuatu yang tak ternilai: keimanan, akhlak, dan masa depan akhirat anak-anak kita. Kita sedang membangun generasi yang hatinya terpaut pada Allah, sehingga kelak ketika mereka terjun ke “pasar” kehidupan, mereka bisa menjadi agen perubahan, bukan menjadi korban perubahan.

 

Sign In

Register

Reset Password

Please enter your username or email address, you will receive a link to create a new password via email.